Tak hanya pohon cemara--baik asli maupun imitasi-- yang laris manis bak kacang goreng ketika Desember tiba. Aneka pernik dan hiasan pohon Natal pun kini kian dicari. Maklum, tren pernik Natal tiap tahun berganti. Alhasil, kocek para produsen pernik Natal pun kian tebal.
Tengok saja penjualan pernik Natal Syania A. Syamsudin, pemilik usaha Tasya Souvenir asal Klaten ini mengaku menerima pesanan produk dengan omzet lebih dari Rp 30 juta pada Natal tahun ini. “Pendapatan tahun ini naik tiga kali lipat,” ujarnya.
Meski perekonomian agak lesu, tetap saja kebutuhan Natal di-nomor satukan. Bahkan, pada bulan ini Syania sudah tidak menerima pesanan lagi. Sebab, semua pernik Natal yang dibuatnya merupakan buatan tangan. Makanya, dia tidak bisa mengerjakan terlalu banyak. “Pemesanannya sendiri sudah berlangsung sejak September,” ujarnya.
Beberapa produk pernik Natal yang dijual Syania misalnya lonceng. Ia menjualnya dengan harga grosir Rp 2.450 per buah. “Belinya minimal 50 pieces,” tukasnya.
Jika sudah masuk toko, harga biasanya melonjak menjadi Rp 3.900 per buah. Tapi jika dipesan secara online, harganya Rp 4.150. Ada lagi aneka produk hiasan yang dihargai Rp 15.800 sampai Rp 37.500.
Untuk memasarkan hasil produksinya, Syania menggandeng delapan agen yang tersebar di Jawa hingga luar Jawa. “Pemesannya tak hanya dari sini saja,” ujar Syania yang baru sekitar dua tahun menekuni bisnis ini.
Lantaran bukan barang yang kadaluarsa, barang bikinannya yang tak terjual masih bisa disimpan untuk Natal selanjutnya. “Tapi pada kenyataannya kami sudah over load, jadi yang dibikin pasti habis terjual,” kata Syania.
Penjual pernik Natal lainnya adalah Susanto Budiono. Pengusaha asal Surabaya yang sudah delapan tahun menekuni usaha ini berkata, animo masyarakat untuk membeli pernik Natal saban tahun tak pernah surut. “Sejak bulan September lalu, toko kami sudah ramai oleh pemburu pernik Natal,” ujarnya.
Susanto tak hanya menjual pernik Natal buatan lokal. Dia juga menjual aneka pernik Natal impor dari China. “Seperti kita tahu, harga barang dari China kan memang murah, dan kualitasnya juga cukup bagus,” terangnya.
Aksesori yang paling diminati adalah bola-bola pohon Natal yang dijual antara Rp 5.000 hingga Rp 20.000 per buah. Dalam satu hari, sedikitnya ada 50 pengunjung yang mencari aksesori pohon Natal ini di tokonya. Ia mengaku berhasil menjual ratusan bola-bola perhiasan pohon Natal saban hari.
Selain menjual secara eceran, Susanto menjual aksesori Natal tersebut secara grosir. “Harga grosir bisa lebih murah ketimbang harga eceran. Tapi harganya tak terpaut jauh,” jelasnya.Agar dagangannya laku, Susanto memasang berbagai jenis aksesori Natal yang sudah menempel di pohonnya. “Jadi pembeli bisa mencontoh berbagai model pemasangan yang ada,” ujarnya.
Supaya lebih banyak menarik pembeli, Susanto juga menawarkan diskon antara 30% hingga 40% pada beberapa aksesori yang dia jual. “Sebenarnya ada diskon maupun tak ada diskon, aksesori seperti ini selalu diburu setiap tahun,” terangnya.
Pun begitu, menurut Susanto, strategi diskon harga bisa menambah minat beli para konsumen. Tak heran jika dalam sehari Susanto bisa meraup omzet penjualan sebanyak Rp 5 juta.
Patung
Tak hanya hiasan pohon Natal, patung religi-- Yesus Kristus dan Bunda Maria--juga dicari. Dari sekian banyak perajin, salah satunya adalah Kendar (54) pembuat patung religi dari fiber di kawasan Jogjakarta.
“Saya memulai usaha patung sejak tahun 1987 di Bogor. Tahun 1990-an saya pulang kampung dan membuka usaha bikin patung di sini. Sejak awal saya memang mengkhususkan diri ke patung religi, karena segmennya jelas,” katanyaRumah itu juga menjadi workshop usaha pembuatan patung yang kini dilanjutkan putra ketiganya, Tunggul (29).
Menurut Tunggul, penjualan patung menjelang Natal naik sekitar 25 persen. Permintaan yang paling ramai adalah satu set patung Natal (kelahiran Yesus). ”Kami bikin 4 ukuran, masing-masing 15 cm, 30 cm, 40 cm, dan 60 cm. Harganya masing-masing Rp 100 ribu, Rp 400 ribu, Rp 750 ribu, dan Rp 2,5 juta per set,” lanjut ayah satu anak ini melanjutkan. Satu set patung Natal berisi 16 buah patung yang menceritakan episode kelahiran Yesus.
Menurut Tunggul, penjualan patung religi memiliki siklus dan tren sendiri. ”Natal ramai sampai akhir Desember. Januari kami sudah bersiap-siap untuk Paskah. Agustus nanti siap untuk Natal lagi,” katanya. Tapi ada juga event khusus yang membuat permintaan melonjak. Misalnya menjelang pergantian milenium, tahun 1999 silam. ”Waktu itu yang laku patung Salib Millenium. Total kami bikin sekitar 36 ribu patung selama 1,5 tahun,” kata Tunggul.
Bulan-bulan sepi adalah Juni dan Juli. ”Biasanya bulan-bulan itu kami pakai untuk memperbarui model dan cetakan,” lanjut Tunggul yang untuk membuat model mencari inspirasi dari internet. ”Setelah model jadi, dibuat master dan cetakannya,” katanya.
Usaha Tunggul cukup menjanjikan. Untuk memenuhi pesanan, ia perlu dibantu tak kurang dari 25 karyawan. ”Sayang, perhatian pemerintah masih kurang. Saya pernah ikut pameran, tapi malah dilempari telur busuk. Entah kenapa,” kata pengusaha yang omzet per bulannya mencapai Rp 50 juta ini bertanya-tanya.
Perajin patung religi lain di kawasan Bantul adalah Tri Atmojo (36) yang lebih dikenal dengan Bagong. Ayah satu anak ini mulai membuka usaha sejak tahun 2000 silam. ”Bulan Desember biasanya penjualan naik sekitar 20-30 persen. Yang banyak dicari adalah patung Natal,” kata Bagong di rumahnya di Sidomulyo, Bantul. Jogjakarta. Omzet per bulan bisa mencapai Rp 45 juta. ”Kalau Natal naik 20-30 persen.”
Menjelang Natal, Bagong menyiapkan 2 ukuran patung Natal. Yaitu ukuran 15 cm berisi 13 patung, dan ukuran 25 cm dengan 18 buah patung per set. Ukuran kecil dijual seharga Rp 125 ribu, sementara yang besar Rp 450 ribu. Patung-patung itu kebanyakan patung pesanan dari Jakarta, Medan, Batam, Kupang, bahkan Abepura. ”Tiga bulan sebelum Natal, saya sudah bikin 1700-an set, ” kata pria yang pernah mengenyam pendidikan di Jurusan Seni Rupa ISI dan bekerja di sebuah perusahaan patung.
Di hari-hari selain menjelang Natal, patung buatan Bagong tetap laris manis. Hanya saja memang sesuai momentnya. ”Sebelum Desember, yang laku biasanya patung Maria, Salib, Yesus dan pernak-pernik lainnya. Paskah juga naik,” aku pria yang mampu membeli tanah dan 2 mobil dari hasil usaha patungnya.
Ekspor
Sementara di Bali patung religi dibuat dari kayu dengan orientasi pasar ekspor. Salah satu lokasi yang menjual kerajinan Natal di Bali adalah di Tegal Alang, Kabupaten Gianyar. Dari ratusan art shop, ada salah satu yang khusus menjual pernak-pernik bernunsa Kristiani. Namanya art shop Pulasari.
Setiap kerajinan masih tetap mengandalkan keterampilan seni ukir kayu. Perajin juga membuat hiasan yang ditempatkan di pohon natal. Ada patung pipih gambar sinterklas dengan tubuh berwana merah dan berjanggut hitam tebal mirip gantungan kunci. Ada pula bintang-bintang beraneka warna. “Bintang dan sinterklas ini, kalau sudah digantung dan diletakkan di sudut atau tengah ruangan, kelihatan makin manis saja,” kata Wayan Suwarni (53), si pemilik art shop.
Wayan juga menjual satu set sinterklas bentuk gantungan serta bintang yang masing-masing bersisi 5 buah. Anda hanya perlu merogoh uang Rp 5 ribu. Hiasan patung, pas dipajang di buffet atau meja khusus di ruang tamu. Patung sinterklas dan manusia salju, tidak dijual satuan tapi satu set. Isinya 3 buah sinterklas dengan ukuran yang berbeda pula. “Harga satu set cuma Rp 15 ribu. Karena harga grosir, kerajinan yang kami jual di sini murah sekali,” kata Wayan setengah berpromosi.
Untuk pohon Natal terbuat dari papan setinggi 1 meter, Wayan hanya menjual dengan harga Rp 75 ribu. Untuk gambar sinterklas yang dipahat di atas kayu dengan ukuran 30 x 30 cm, ia jual Rp 50 ribu. Dengan harga semurah itu, kerajinan Wayan banyak diburu, terutama oleh turis asing. “Turis lokal malah tidak banyak. Mungkin orang kita lebih suka pabrikan.
Bahkan, banyak turis asing yang sudah jadi pelanggannya. Secara berkala, Wayan mengekspor ke Eropa. Nilainya menurut Wayan cukup lumayan. Transaksinya berkisar antara Rp 20 juta – Rp 150 juta. “Penjualan ke turis lokal tidak seberapa. Selain perorangan, yang beli ke mari adalah pihak hotel, rumah makan. Biasanya mereka pesan pohon Natal setinggi 1 meter. Pohon Natal itu sebagai hiasan di sudut-sudut ruangan dengan tambahan hiasan lampu.”
Turis yang setia menjadi langganan setiap tahun itu berasal dari Inggris, Perancis, Swiss, sampai Jepang. Di negara asalnya, mereka rata-rata juga punya art shop. “Awalnya, mereka sendiri yang datang. Setelah itu, biasanya yang datang adalah orang suruhannya atau guide-nya,” papar Wayan. (*/SurabayaPost)
IKLAN SPONSOR DARI GOOGLE :
Posting Komentar